TUJUAN PEMBELAJARAN
• mendeskripsikan fungsi enzim dalam proses metabolisme;
• mendeskripsikan proses katabolisme dan anabolisme karbohidrat;
• menjelaskan keterkaitan antara proses metabolisme karbohidrat dengan metabolisme
lemak dan protein.
Energi diperoleh makhluk hidup melalui proses metabolisme. Proses
ini memerlukan bahan makanan dan oksigen serta menghasilkan bahan
sisa, seperti CO2 dan air. Selain pembentukan energi, metabolisme juga
meliputi proses pembentukan molekul yang memerlukan energi.
A. Molekul yang Berperan dalam Metabolisme
Metabolisme adalah semua proses kimiawi yang terjadi dalam tubuh
makhluk hidup. Metabolisme berasal dari bahasa Yunani, metabole yang artinya
“berubah”. Proses metabolisme ini melibatkan berbagai reaksi kimia.
Sumber energi utama bagi seluruh makhluk hidup yang ada di bumi
berasal dari energi matahari. Energi matahari tersebut digunakan oleh
produsen, seperti tumbuhan untuk melangsungkan fotosintesis. Melalui
fotosintesis, energi diubah menjadi senyawa berenergi seperti ATP. ATP
digunakan langsung oleh tumbuhan atau disimpan dalam bentuk karbohidrat.
Karbohidrat tersebut selanjutnya dapat diubah dan disimpan dalam bentuk
lemak, protein, dan senyawa organik lainnya.
Konsumen seperti hewan herbivor mendapatkan senyawa organik
setelah memakan produsen. Mereka mendapatkan energi melalui
pemecahan molekul organik melalui proses respirasi sel. Energi yang
didapatkan ini digunakan dalam berbagai aktivitas hidup.
Sebelum membahas
metabolisme lebih jauh, terlebih dahulu dibahas molekul atau zat yang
berperan dalam metabolisme. Apa saja molekul tersebut?
1. Adenosin Trifosfat
Adenosin trifosfat (ATP) adalah molekul berenergi tinggi yang
tersusun atas basa adenin, gugus gula ribosa, dan tiga gugus fosfat.
2. Enzim
Enzim adalah protein yang dapat mempercepat reaksi metabolisme.
Kerja enzim ini mirip dengan katalis, zat kimia yang mempercepat reaksi
yang pada akhir reaksi akan diperoleh kembali dalam bentuk semula.
Oleh karena itu, enzim disebut juga biokatalisator.
Enzim mempercepat reaksi dengan cara menurunkan energi (energi
aktivasi) yang diperlukan untuk berlangsungnya reaksi tersebut. Tanpa
adanya enzim, reaksi metabolisme yang terjadi dalam tubuh akan
berlangsung sangat lama.
Oleh karena enzim terbuat dari protein, setiap enzim memiliki bentuk
tiga dimensi yang unik. Zat yang akan dikatalis oleh enzim disebut
substrat. Substrat akan berikatan dengan enzim pada daerah yang disebut
sisi aktif. Zat baru yang terbentuk dari hasil katalisasi enzim disebut
produk. Sisi aktif pada enzim hanya dapat berikatan dengan substrat
tertentu. Oleh karena itu, enzim bekerja secara spesifik dan satu jenis
enzim hanya akan terlibat dalam satu jenis reaksi saja.
a. Struktur Enzim
Enzim utuh disebut juga holoenzim. Enzim tersusun atas dua bagian,
yaitu:
1) Apoenzim merupakan bagian protein dari enzim dan bersifat tidak
tahan panas (termolabil).
2) Gugus prostetik merupakan bagian nonprotein dari enzim dan bersifat
tahan panas. Jika gugus prostetik berupa molekul anorganik, seperti
logam seng dan besi, disebut kofaktor. Adapun jika berupa molekul
organik, seperti vitamin B1, B2, dan NAD+ (ion Nicotinamide Adenine
Dinucleotide) disebut koenzim.
b. Sifat Enzim
Enzim memiliki beberapa sifat khas, di antaranya selektif, spesifik,
efisien, sebagai biokatalisator, dan merupakan protein.
1) Selektif
Enzim bersifat selektif karena hanya dapat bekerja pada substrat
tertentu. Namun, selain substratnya, enzim dapat juga berikatan dengan
zat penghambat (inhibitor). Hal ini akan dijelaskan lebih lanjut pada
pembahasan berikutnya.
2) Spesifik
Enzim bersifat spesifik karena enzim hanya dapat mengkatalisis reaksi
tertentu. Satu jenis enzim hanya bekerja untuk satu jenis reaksi.
3) Efisien
Dengan adanya enzim yang bersifat sebagai katalis, energi aktivasi
suatu reaksi dapat diturunkan. Hal tersebut memudahkan reaksi dan
menghemat energi yang dibutuhkan untuk memulai reaksi.
4) Biokatalisator
Oleh karena enzim bersifat sebagai katalis, enzim tidak akan
mengalami perubahan bentuk. Oleh karena itu, enzim dapat digunakan
berkali-kali tanpa mengalami kerusakan.
5) Seperti protein
Oleh karena enzim terbuat dari protein, enzim dipengaruhi oleh halhal
yang berpengaruh terhadap protein. Enzim dapat dipengaruhi oleh
suhu, pH, dan adanya logam berat, sehingga enzim dapat mengalami
denaturasi (perubahan bentuk, struktur, dan sifat).
c. Cara Kerja Enzim
Terdapat dua teori yang menjelaskan cara kerja enzim. Teori lock
and key (kunci dan anak kunci) yang dikemukakan oleh Emil Fischer,
serta Teori induced fit (induksi pas) yang dikemukakan oleh Daniel
Kashland.
1) Teori Lock and Key
Menurut teori ini, cara kerja enzim mirip dengan mekanisme kunci
dan anak kunci. Enzim diibaratkan sebagai kunci gembok yang memiliki
sisi aktif. Substrat diibaratkan sebagai anak kuncinya.
Substrat memasuki sisi aktif enzim seperti anak kunci memasuki kunci
gembok. Substrat tersebut, kemudian diubah menjadi produk. Produk ini
kemudian dilepaskan dari sisi aktif dan enzim siap menerima substrat baru
2) Teori Induced Fit
Berdasarkan Teori Induced Fit, enzim melakukan penyesuaian bentuk
untuk berikatan dengan substrat. Hal ini bertujuan meningkatkan
kecocokan dengan substrat dan membuat ikatan enzim substrat lebih reaktif.
Molekul enzim memiliki sisi aktif tempat melekatnya substrat dan
terbentuklah molekul kompleks enzim-substrat. Pengikatan substrat
menginduksi penyesuaian pada enzim yang meningkatkan kecocokan dan
mendorong molekul kompleks enzim-substrat berada dalam keadaan yang
lebih reaktif. Molekul enzim kembali ke bentuk semula setelah produk
dihasilkan
d. Faktor yang Memengaruhi Kerja Enzim
Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi kerja enzim. Faktorfaktor
tersebut erat kaitannya dengan sifat enzim sebagai protein. Faktorfaktor
tersebut di antaranya suhu, derajat keasaman (pH), hasil akhir
produk, konsentrasi enzim dan substrat, serta zat penghambat.
1) Suhu
Enzim terbuat dari protein sehingga enzim dipengaruhi oleh suhu.
Suhu memengaruhi gerak molekul. Pada suhu optimal, tumbukan antara
enzim dan substrat terjadi pada kecepatan yang paling tinggi. Pada suhu
jauh di atas suhu optimal menyebabkan enzim terdenaturasi, mengubah
bentuk, struktur, dan fungsinya. Pada suhu jauh di bawah suhu optimal,
misalnya pada 0°C, enzim tidak aktif.
Enzim pada manusia bekerja optimal pada 35–40°C. Mendekati suhu
normal tubuh. Adapun bakteri yang hidup di air panas memiliki enzim
yang bekerja optimal pada 70°C.
2) Derajat keasaman (pH)
Seperti protein, enzim juga bekerja dipengaruhi oleh derajat keasaman
lingkungan. Derajat keasaman optimal bagi kerja enzim umumnya
mendekati pH netral, sekitar 6–8. Di luar rentang tersebut, kerja enzim
dapat terganggu bahkan dapat terdenaturasi.
3) Hasil akhir (produk)
Jika sel menghasilkan produk lebih banyak daripada yang dibutuhkan,
produk yang berlebih tersebut dapat menghambat kerja enzim
Hal ini dikenal dengan feedback inhibitor. Jika produk yang berlebih
habis digunakan, kerja enzim akan kembali normal. Mekanisme ini sangat
penting dalam proses metabolisme, yaitu mencegah sel menghabiskan
sumber molekul yang berguna menjadi produk yang tidak dibutuhkan.
4) Konsentrasi enzim
Pada rekasi dengan konsentrasi enzim yang jauh lebih sedikit daripada
substrat, penambahan enzim akan meningkatkan laju reaksi. Peningkatan
laju reaksi ini terjadi secara linier. Akan tetapi, jika konsentrasi enzim
dan substrat sudah seimbang, laju reaksi akan relatif konstan. Mengapa?
5) Konsenstrasi substrat
Penambahan konsentrsi substrat pada reaksi yang dikatalisis oleh enzim
awalnya akan meningkatkan laju reaksi. Akan tetapi, setelah konsentrasi
substrat dinaikkan lebih lanjut, laju reaksi akan mencapai titik jenuh dan
tidak bertambah lagi
6) Zat Penghambat
Kerja enzim dapat dihambat oleh zat penghambat atau inhibitor.
Terdapat dua jenis inhibitor, yaitu inhibitor kompetitif dan inhibitor
nonkompetitif.
a) Inhibitor kompetitif
Inhibitor kompetitif menghambat kerja enzim dengan cara berikatan
dengan enzim pada sisi aktifnya. Oleh karena itu, inhibitor ini bersaing
dengan substrat menempati sisi aktif enzim. Hal ini terjadi karena inhibitor
memiliki struktur yang mirip dengan substrat. Enzim yang telah berikatan
dengan inhibitor tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai biokatalisator.
b) Inhibitor nonkompetitif
Berbeda dengan inhibitor kompetitif, inhibitor nonkompetitif tidak
bersaing dengan substrat untuk berikatan dengan enzim. Inhibitor jenis
ini akan berikatan dengan enzim pada sisi yang berbeda (bukan sisi aktif).
Jika telah terjadi ikatan enzim-inhibitor, sisi aktif enzim akan berubah
sehingga substrat tidak dapat berikatan dengan enzim. Banyak ion logam
berat bekerja sebagai inhibitor nonkompetitif, misalnya Ag+, Hg2+, dan
Pb2+.
(Sumber BSE XII, Rikky Firmansyah, dkk.)